IMAGINE
*Tulisan ini saya buat
sembari mendengarkan lagu John Lennon yang berjudul sama dengan tulisan ini*
Hampir
semua manusia di muka bumi mengenal sosok legendaris yang satu ini. Ya , John
Lennon, pentolan grup band The Beattles yang sangat terkenal di masa sebelum
millenium. Liriknya begini :
“Imagine
there’s no counties, it isn’t hard to do, nothing to kill or die for, and no
religion, too.
Imagine
all the people, living life in peace. You may say i’m a dreamer, but I’m not
the only one. I hope someday you’ll join us, and the world will life as one”
Tepat
tanggal 4 November 2016, tulisan ini saya buat. Entah kenapa, saya ingin sekali
menulis. Sesuatu menggerakkan saya untuk menulis. Dan lagu ini muncul begitu saja
dalam benak saya karena begitu relevan dengan peristiwa ini. Hari ini, negara
yang kita cintai ini mengalami cobaan klasik yang kesekian kalinya. Perbedaan agama. Saya semakin ingin untuk membuat
tulisan ini setelah membaca status di beberapa media sosial teman saya,
pribadi-pribadi terpelajar yang saya kenal baik dan sangat saya cintai, ikut
terprovokasi isu demo hari ini, aksi demo yang dimotori Front Pembela Islam,
yaitu Aksi Bela Islam. Saya tidak menyalahkan mereka atas pilihan yang mereka
ambil. Seperti yang dikatakan oleh Kepala Negara kita, itu hak demokrasi semua
warga negara Indonesia untuk berpendapat.
Namun
yang saya sesalkan, apakah mereka sungguh-sungguh melihat isu ini secara
obyektif? Atau subyektif, karena yang menjadi sorotan adalah seorang Nasrani
Tionghoa? Saya melihat kasus ini secara obyektif. Bukan karena saya juga seorang
Nasrani, makanya saya memberikan pandangan yang membela sosok tersebut. Tapi karena
bapak tiga orang anak ini adalah sosok jujur dan pekerja keras. Tidak
aneh-aneh, tidak neko-neko. Baginya,
putih adalah putih, tidak ada abu-abu. Dia terpilih sebagai kepala daerah karena
kapasitas, bukan agama, suku, atau ras. Dia memilih menjadi kepala daerah
karena muak dengan kemunafikan, sosok Soe Hok Gie modern yang lama tidak
dimiliki negara ini. Sosok Oemar Bakri, yang sungguh berbakti kepada negeri.
Semua
tindakanya dapat dia pertanggung jawabkan dengan baik, dunia akhirat. Nyaris
tidak ada celah dalam setiap tindakannya, karena dia tulus melakukan apa yang
menjadi panggilannya. Sosok manusia langit, mengutip istilah dari sebuah artikel
yang saya baca pada hari ini. Sosok yang dikagumi banyak orang, dan mungkin
malah dibenci kaumnya sendiri, karena keberpihakannya pada rakyat, bukan kaum
kapitalis.
Kembali
pada peristiwa hari ini, yang disebut sebagai parlemen jalanan terbesar di
Indonesia yang diikuti oleh saudara-saudari muslim kita, berprofesi sebagai
wakil ketua DPR hingga pengayuh becak, bermotif politik hingga sekedar cari
makan siang, salah satu peristiwa besar yang akan tercatat dalam buku sejarah
republik ini. Aksi yang sangat kental dengan isu agama bahkan SARA ini dan menyita
perhatian begitu banyak pihak, berawal hanya dari sebuah kata sambutan sosok
yang menjadi trending topic aksi demo
pada hari ini. Pernyataan sosok tersebut, diduga mengandung unsur penistaan
salah satu agama terbesar di muka bumi, dan agama dengan pemeluk mayoritas di
negara ini.
Pertanyaan
saya untuk semua yang ambil bagian dari aksi hari ini, terutama saudara-saudari
kami yang merasa menjadi korban penistaan, apakah hati kecil kalian berkata
demikian? Apakah dari mulut seorang Nasrani taat, yang notabene merupakan agama
minoritas di negara ini, dan berasal dari suku Tionghoa, yang juga merupakan
suku minoritas di negara ini, mungkin mengeluarkan kata-kata yang bermaksud
menistakan agama mayoritas tersebut? Apakah sosok korban SARA ini dapat menjadi
pelaku, yang ingin menyakiti hati masyarakat yang dicintainya, dengan menghina
agama mereka? Yang lebih rasional lagi, apakah mungkin dia menghancurkan
elektabilitasnya menjelang pemilu dengan kata-kata yang mengandung SARA?
Apakah
sebegitu bersalahnya beliau, hingga ia perlu dipenjarakan atas perkataan yang
tidak pernah ia maksudkan? Apakah kalian tidak melihat dan menghargai ketulusan
setiap tindakannya, atau hanya mempersoalkan warna kulit dan Tuhan yang dia
sembah? Kalau memang begitu, maka apa
yang dialami beliau juga ditujukan untuk semua kaum Nasrani dan etnis Tionghoa
yang kalian kenal. Cobalah berdoa dan bertanya pada hati kecil kita semua, apakah
memang ia bersalah, atau kita ini sudah menjadi korban politik beberapa pihak
yang haus kekuasan. Pihak-pihak yang seharusnya mendekam di penjara, namun
berteriak atas nama agama. Sadarkah kita, kalau kita terlalu mudah terpancing
isu-isu seperti ini? Apakah kita lupa, kalau kita semua saling mengasihi?
Lantas
siapa FPI, yang menjadi motor gerakan ini? Apakah kelompok ini merupakan
kumpulan orang suci yang pantas dijadikan teladan? Apakah perbuatan mereka
mencerminkan kengininan Allah yang disembah kaum muslim? Merusak, membakar,
menjarah, membuat onar. Benalu-benalu fanatik yang sudah memelintir ayat suci
hanya untuk ambisi kelompok. Organisasi ekstrem
yang mengatasnamakan agama untuk memperoleh keuntungan sendiri, menunggangi
pribadi-pribadi yang dengan sungguh berjuang bagi agamanya, memanfaatkan
ketulusan beragama kaum muslim untuk memuluskan kepentingan pribadi mereka. Sesungguhnya,
orang-orang seperti FPI ada disetiap agama. Tidak ada yang salah dengan
Al-Quran, tetapi mereka menafsirkannya sesuai dengan interpretasi mereka,
melihat ayat tersebut hanya sepotong-sepotong saja. Apa yang mereka lakukan
adalah kriminalisasi, orang-orang yang ingin negara ini jalan ditempat, tidak
pernah maju, dan mengambil keuntungan dari keadaan tersebut.
Agama,
mengutip istilah laporan keuangan rekonsiliasi fiskal, hal ini dikenal sebagai
beda waktu yang sifatnya temporer. Apa maksudnya? Maksudnya adalah suatu saat,
pada suatu tempat, semua ini akan menjadi satu. Saat itu dikenal semua umat
beragama sebagai kiamat, dan tempat itu adalah surga atau neraka. Kelak, semua
umat beragama percaya, saat itu akan tiba, dan semuanya akan terungkap. Jika
perbedaan ini yang terus dipersoalkan, maka negara ini tidak akan bisa bersatu.
Terus terang saja, kalau begitu buat apa ada agama? Sekalian saja tidak usah
beragama, mungkin akan lebih baik keadaannya. Kita semua dapat duduk bersama,
bercengkrama tanpa mempersoalkan sesuatu yang belum tahu ujungnya, siapa yang
benar dan siapa yang keliru. Salam Kasih buat semua saudara-saudari Muslim,
saudara-saudari satu rahim, Ibu Pertiwi. Tuhan Memberkati.
“And
the world, will be as one”
Phil
Spector/John Lennon - 1971