LIKA
LIKU KENAIKAN BBM
Tepat pukul 00.00 WIB tanggal 18 November 2014, Presiden
Joko Widodo menetapkan harga baru untuk BBM bersubsidi jenis premium dan solar.
Untuk BBM bersubsidi jenis premium ditetapkan sebesar Rp. 8.500, dan untuk BBM
bersubsidi jenis solar ditetapkan sebesar Rp. 7500, masing-masing naik sebesar
Rp. 2000 dari harga semula. Hal ini menimbulkan kepanikan berlebihan dari
masyarakat. Mereka berbondong-bondong datang ke SPBU untuk mengisi penuh tangki
bahan bakar kendaraannya. Cukup
berlebihan reaksi yang ditunjukkan masyarakat menurut saya. Sebagai contoh, untuk
motor jenis Honda Supra dengan kapasitas tangki bahan bakar kurang lebih 3
liter, maka ketika mengisi bahan bakar setelah mengantri selama setengah jam
atau bahkan lebih, hanya menghemat pengeluaran sebesar Rp. 6000. Jumlah yang
sangat kecil bagi sebagian besar orang, khususnya masyarakat yang sudah mampu
untuk membeli kendaraan bermotor paling tidak sepeda motor.
Sementara
untuk kendaraan seperti mobil pribadi, yang melakukan pengisian BBM jenis
premium, ketika tangki mobilnya masih terisi setengah penuh, dengan kapasitas
tangki jika terisi penuh kurang lebih 50 liter, maka si pengendara hanya akan
menghemat Rp. 50.000 (25 liter x Rp. 2000). Menurut saya, jumlah ini relatif
kecil nilainya, bagi pengendara yang sudah mampu memiliki mobil pribadi, dibandingkan
pengorbanan mereka yang harus antri cukup lama. Dan sebenarnya, tindakan ini
pun merugikan masyarakat banyak, dan dirinya sendiri, karena akan berakibat
pada habisnya stok BBM bersubsidi karena permintaan yang tiba-tiba melonjak.
Yang dikhawatirkan adalah kelangkaan terhadap BBM bersubsidi selama beberapa
hari kedepan, karena untuk pengiriman BBM pun memerlukan waktu atau jeda.
Signifikankah kenaikan tersebut? Kenaikan sebesar kurang
lebih 30 persen tersebut sudah pasti akan menaikkan harga-harga barang dan jasa
di sektor-sektor yang berkaitan langsung dengan penggunaan BBM bersubsidi. Harga-harga
barang kebutuhan pokok yang menggunakan transportasi untuk bisa sampai ke
tangan pembeli sudah pasti akan mengalami kenaikan. Tarif angkutan umum, yang digunakan
oleh masyarakat, baik untuk pergi bekerja ataupun sekolah, juga akan naik. Perusahaan
pun akan dituntut oleh karyawannya untuk menaikkan gaji karena harga kebutuhan
sehari-hari yang semakin mahal. Dan kenaikan gaji karyawan akan berdampak pada
kenaikan ongkos produksi, sehingga harga produk barang atau jasa akan semakin
mahal. Akibatnya, daya beli masyarakat terganggu dan menjadi turun, yang akan
berpengaruh pada stabilitas ekonomi nasional. Memang benar, bahwa efek domino
diatas akan terjadi dan tidak bisa dihindari. Memang benar pula bahwa biaya
hidup akan semakin tinggi. Tetapi yang harus diperhatikan masyarakat, bahwa
tujuan kebijakan ini pada dasarnya baik dan berorientasi jangka panjang. Kebijakan
ini pun sesuai dengan teori etika, yaitu utilitarianisme dan deontologi,
kebijakan yang pada dasarnya bertolak belakang.
Dalam Teori Utilitarianisme, suatu kebijakan dianggap
baik apabila memberi dampak yang baik bagi sekelompok besar orang. Sehingga
teori ini berfokus pada hasil yang akan didapatkan. Sedangkan teori Deontologi
mengganggap suatu kebijakan baik, jika si pembuat kebijakan memiliki itikad
atau motivasi yang baik, sekalipun hasil akhirnya belum tentu baik. Teori
Deontologi berfokus kepada proses, bukan kepada hasil. Disinilah letak perbedaan
mendasar dari kedua teori tersebut. Meski begitu, kebijakan menaikkan harga BBM
bersubsidi memiliki kedua unsur teori tersebut, yakni memberikan dampak yang
baik bagi masyarakat di masa mendatang dan adanya motivasi yang baik dari
pemerintah.
Dari tahun 2004-2015, pengeluaran negara untuk subsidi
BBM mencapai 1300 Triliun, jumlah yang luar biasa besar dan kurang tepat
alokasinya. Maka dari itu, tujuan utama Presiden Jokowi menaikkan harga BBM
bersubsidi adalah untuk mengurangi pengeluaran yang bersifat konsumtif, dan
menggunakan anggaran tersebut untuk kegiatan yang lebih produktif. Diantaranya
untuk melakukan investasi pada sektor maritim, seperti rencana pembangunan rel
kereta api, pelabuhan dan sea toll sebagaimana
yang sudah beliau paparkan dalam Forum APEC. Ada juga rencana untuk subsidi
dengan tujuan swasembada, yaitu memberikan subsidi bagi petani agar harga
komoditas pertanian kita bisa bersaing dengan komoditas impor, dan sektor
pertanian dapat lebih bergairah. Artinya, pos pengeluaran subsidi BBM dapat
dialihkan ke sektor-sektor lain yang lebih vital. Meskipun harga minyak dunia
saat ini sedang turun, tetapi proyek jangka panjang ini memerlukan biaya yang
tidak sedikit. Sejak awal pemerintahannya pun, Pak Jokowi sudah bertekad untuk
menaikkan harga BBM bersubsidi, yang besaran kenaikannya pasti sudah
dipertimbangkan dengan cermat.
Tujuan
kebijakan ini adalah untuk mengurangi ongkos transportasi produk dan pemerataan
harga produk barang dan jasa antar daerah. Tentu diharapkan penggunaan BBM bersubsidi
untuk kendaraan angkutan darat, seperti truk misalnya, yang biasa dipakai sebagai transport akan
berkurang, mengingat kapasitas angkut kereta api maupun kapal laut lebih besar
dibanding truk. Penggunaan kereta api maupun kapal laut akan memudahkan
transportasi antar pulau, mempercepat distribusi produk, dan mengurangi
pungutan liar seperti yang banyak terjadi di angkutan darat. Secara tidak
langsung, hal-hal tersebut dapat mengurangi harga produk, karena komponen
pembentuk harga produk seperti bahan baku dan ongkos transportasi menjadi lebih
murah. Rencana-rencana pembangunan tersebut juga akan membuka lapangan kerja
baru, dan dapat menyerap tenaga kerja baru. Sehingga bisa kita simpulkan, bahwa
kebijakan ini bertujuan untuk hasil akhir yang baik, dan memiliki itikad atau
motivasi yang baik pula.
Persoalan lain, BBM bersubsidi pun sering tidak tepat
sasaran. Sejatinya BBM bersubsidi ditujukan bagi masyarakat ekonomi menengah
bawah. Namun kenyataan di lapangan, masih banyak masyakarat kalangan ekonomi
atas yang menggunakan BBM bersubsidi, padahal seharusnya mereka menggunakan BBM
jenis pertamax. Bahkan tidak jarang juga mobil-mobil mewah menggunakan BBM
bersubsidi. Sehingga anggaran pemerintah untuk subsidi kerap kali jebol akibat
penggunaan BBM bersubsidi yang tidak tepat sasaran ini. Sebagai jalan tengah,
pemerintah memilih untuk menaikkan harga BBM bersubsidi mendekati harga
Pertamax, mengingat kesadaran yang rendah dari masyarakat untuk beralih ke
bahan bakar non-subsidi.
Masalah perut memang sulit untuk ditoleransi. Dengan
banyaknya masyarakat yang masih berpendidikan rendah, atau tidak berpendidikan,
maka masih banyak masyarakat yang memiliki pola pikir “makan hari ini ya hari
ini, besok urusan besok”. Artinya, mayoritas masyarakat kita tidak berpikir
jauh ke depan. Sebenarnya pemerintah juga tidak lepas tangan. Pemerintah
meluncurkan kebijakan perlindungan rakyat kecil, yakni Kartu Indonesia
Sejahtera, untuk memberikan kompensasi langsung bagi masyarakat yang paling
rentan terkena dampak kebijakan kenaikan BBM bersubsidi. Hal ini dirasa lebih
tepat sasaran, karena langsung menyentuh kalangan yang membutuhkan. Penggunaan
kartu chip yang langsung terhubung ke handphone seluler, seperti yang
disampaikan oleh Menkominfo Rudiantara diharapkan akan meminimalisir
penyelewengan pemberian kompensasi ini oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggungjawab. Peran kaum intelektual, cendekiawan, pemuka agama, dan
mahasiswa, diharapkan dapat memberi pengertian bagi saudara-saudara kita yang
lain, bukan malah menimbulkan kekacauan yang lebih masif.
Pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang berani mengambil
resiko, sekalipun dia akan dihujat oleh orang banyak, tetapi demi tujuan yang
lebih baik, dia siap berkorban. Bukan pengecut yang memilih untuk “berlindung”
dan mengambil sikap yang menguntungkan dirinya sendiri, dengan kedok
kepentingan orang banyak. Semoga pemerintah benar-benar mengeksekusi rencana
pembangunan jangka panjang tersebut dengan baik, sehingga kenaikan harga BBM
bersubsidi tidak sia-sia, dan pengorbanan rakyat juga dapat dibayar lunas, kelak
ketika masyarakat bisa merasakan dampak positif kebijakan ini. Apabila
terealisasi, pemerintah akan berhasil memenangkan hati rakyat yang sudah sering
ditipu oleh kebijakan semu pemerintahan sebelumnya. Salam. AYS.