Jumat, 28 Agustus 2015

RESUME PAJAK PENGHASILAN 21 ( CARA MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN 21 UNTUK PEGAWAI TETAP DAN ASPEK AKUNTANSI PERPAJAKANNYA)




Pajak penghasilan (PPh) pasal 21 adalah salah satu pasal di dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 yang mengatur tentang pajak penghasilan. Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012, pemotong PPh pasal 21 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang- Undang Pajak Penghasilan.
Definisi pegawai tetap, menurut Bab 1 Ketentuan Umum, pasal 1, adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut.
Penghasilan yang diterima oleh pegawai tetap yang bersifat teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur.
Sedangkan penghasilan yang diterima oleh pegawai tetap namun tidak bersifat teratur adalah penghasilan tetap selain penghasilan yang bersifar teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.
            Saat terutang PPh Pasal 21 bagi Penerima Penghasilan adalah pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan. Bagi Pemotong PPh Pasal 21, saat terutang PPh pasal 21 adalah pada setiap masa pajak, yaitu pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
            Untuk penyampaian SPT Masa, dilakukan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak, dan untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi, dilaporkan paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak. Dalam hal penyampaian SPT Masa maupun SPT Tahunan Orang Pribadi Pegawai Tetap, dapat dilakukan oleh perusahaan atau badan tempat ia bekerja, dengan terlebih dahulu memberikan surat pernyataan berkaitan dengan hal-hal yang perlu dilaporkan di dalam SPT nya, seperti jumlah tanggungan yang ditanggung oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Pegawai Tetap tersebut.
            Tarif yang dikenakan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, adalah tarif progresif, dengan lapisan tarif sebagai berikut (mulai tahun 2009):
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif
s.d Rp 50.000.000
5%
Diatas Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000
15%
Diatas Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000
25%
Diatas Rp 500.000.000
30%
           
            Sebelum dikenakan tarif pajak penghasilan, penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi dikurang terlebih dulu dengan jumlah tertentu yang merupakan batasan tidak kena pajak dari penghasilan neto yang diterima. Jumlah ini dinamakan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Untuk lebih memberikan rasa keadilan tanpa mengurangi peranan masyarakat dalam mengontribusikan sebagian penghasilannya untuk negara, jumlah angka PTKP disesuaikan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan kondisi masyarakat.
            Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku mulai 1 Januari 2013 adalah:
·         Rp 24.300.000, untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi
·         Rp 2.025.000, tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
·         Rp 24.300.000, tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan suami, dengan syarat:
-          Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang PPh Pasal 21, dan
-          Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan pekerjaan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga yang lain.
·         Rp 2.025.000, tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah atau keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, maksimal 3 (tiga) orang.
            Perhitungan untuk pegawai tetap (dengan gaji bulanan) dapat dilihat pada contoh berikut ini:
            Borhat Mangaranto Liem pada tahun 2015 bekerja pada PT Tumpe-Tumpe dengan memperoleh gaji sebulan sebesar Rp 5.000.000, dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 200.000. Borhat telah menikah dan memiliki dua orang anak yang duduk di bangku sekolah dasar, masing-masing kelas 4 dan 1. Penghasilan Borhat hanya berasal dari perusahaan tempat ia bekerja, dan istrinya adalah seorang ibu rumah tangga.
            Perhitungan PPh Pasal 21 Borhat setiap bulannya adalah sebagai berikut:
Gaji sebulan                                                                   Rp 5.000.000
Pengurangan:
1.      Biaya Jabatan  (5% x Rp 5.000.000)                       Rp 250.000
2.      Iuran Pensiun                                                           Rp 200.000
Penghasilan Neto Sebulan                                             Rp 4.550.000
Penghasilan Neto Setahun (Rp 4.550.000 x 12)            Rp 54.600.000
PTKP Setahun:
-          Untuk WP sendiri                Rp 24.300.000
-          Untuk WP Kawin                Rp 2.025.000
-          Tanggungan dua anak
(Rp 2.025.000 x 2)               Rp 4.050.000
                                                                           Rp 30.375.000
            Penghasilan Kena Pajak Setahun                                Rp 24.225.000
            PPh Pasal 21 Terutang :
            5% x Rp 24.225.000 = Rp 1.211.250
            PPh Pasal 21 Sebulan : Rp 1.211.250/12 = Rp 100.937.5 ~ Rp 100.938
Catatan:
-          Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang ia mempunyai jabatan atau tidak;
-          Contoh diatas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan memiliki NPWP. Jika tidak, maka besarnya PPh pasal 21 yang harus dipotong adalah : 120% x Rp 100.938 = Rp 121125.6 ~ Rp 121.126
Tiap pengguna informasi keuangan memerlukan informasi yang spesifik sesuai dengan kebutuhan masing-masing, sehingga hal ini menimbulkan spesialisasi di bidang akuntansi, diantaranya, Akuntansi Biaya, Akuntansi Manajemen, Auditing, dan Akuntansi Pajak. Akuntansi Pajak adalah bidang akuntansi yang terkait dengan penghitungan pajak terutang, penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan terhadap laporan keuangan komersial dalam perhitungan penghasilan kena pajak.
Menyambung dari kasus diatas, akuntansi pajak dilakukan oleh pihak yang memotong PPh pasal 21, yaitu PT Tumpe-Tumpe, sebagai berikut:
Pada tanggal 1 Februari 2015, PT Tumpe-Tumpe membayar gaji Borhat Mangaranto Liem sebesar Rp 5.000.000, dan memotong PPh Pasal 21 sebesar Rp 100.938, jurnalnya adalah :
Biaya Gaji                                                                   Rp 5.000.000
            Kas                                                                              Rp 4.899.062
            Hutang Pajak – PPh 21                                               Rp 100.938

Pada Tanggal 10 Maret 2015, PT Tumpe-Tumpe mengisi SPT Masa PPh 21 bulan Maret, dengan jurnal sebagai berikut:
Hutang Pajak – PPh 21                                               Rp 100.938
            Kas                                                                              Rp 100.938


Tidak ada komentar:

Posting Komentar